SPIRITUAL: Motif dan Terapannya
Keywords:
SPIRITUAL, Motif Spiritual, Terapan SpiritualSynopsis
Spiritualitas sebagai inti dari ajaran agama senantiasa menarik bagi mereka yang telah lelah. Kelelahan merupakan landasan awal sebuah perjalanan baru, sebuah titik balik untuk menuju ke dalam. Saat orang berjuang untuk mengatasi kemiskinan hidupnya, ia tampak penuh ambisi dan semangat. Saat semua kekayaan didapat, dia dengan penuh semangat pula untuk menikmatinya. Saat lelah menikmati kekayaan, ia mencari bentuk kenikmatan lain. Saat semua kenikmatan berubah menjadi gangguan, maka hidup tidak lagi menjadi pilihan. Ia harus kembali pulang, melihar dirinya ke dalam. Para Yogi sering menyebut “matilah! lalu hiduplah abadi!” Perjalanan pulang itulah spiritual. Tetapi, sebagian besar orang belajar teknik spiritual oleh karena alasan tertentu, seperti, pertama, tertarik dan senang dengan jalan itu; kedua ajakan teman atau dorongan kitab suci; dan ketiga, ingin mencobanya. Mereka belajar oleh karena alasan ini, sehingga spiritual menjadi sebuah narasi panjang terhadap motif manusia itu dan untuk menjalankannya mereka memerlukan teknik/metode sebagai kendaraannya. Maka dari itu, teknik spiritual adalah terapan dari motif spiritual manusia itu sendiri. Ketika motif telah bersatu dengan kendaraannya, ia harus memiliki terminal yang harus ditujunya. Terminal inilah kemudian menjadi beragam oleh karena ketika dalam perjalanan, pemandangan yang tampak di luar akan menyemarakkan motif tersebut dan tidak tertutup kemungkinan warna motif awal akan berubah total.
Dalam buku ini akan mencoba menguraikan beberapa segmen yang mengandung ajaran spiritual yang telah dipolesi oleh berbagai jenis warna itu. Laku spiritual bergerak ke arah lain sesuai dengan niat masing-masing orangnya. Apakah itu benar? Sepanjang concern pada apa yang menjadi motifnya, maka terminal itu senantiasa benar. Inilah yang kesembilan penulis karya antologi ini coba deskripsikan dengan berbagai kejernihan bahasa dan kejujuran hati. Tentu, bagi pembaca, di sana-sini, oleh karena berbagai jenis keterbatasan, latensi keilmuan yang berbaring di setiap baris kalimat dan kata-katanya harus dimaklumi dan ditemukan sendiri-sendiri. Namun yang jelas, ketika motifnya berhenti, makan terminalnya pun harus meniada, sehingga spiritualitas kembali ke dalam maknya sendiri.